Harta Bersama Dalam Perkawinan
loading...
MAKALAH
HUKUM PERKAWINAN DIINDONESIA
TENTANG
“HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN”
DISUSUN OLEH :
M. Ali
Hasim 14124449
Reza Tunas
Mulya 14124948
Yusna
Nurmala sari 14125189
Hukum Ekonomi Syari’ah (HESy C)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN JURAI
SIWO METRO)
TA. 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT bahwa dengan Rahmat dan Ridho-Nya penulis dapat
menyelesaikan “Hukum Perkawinan diIndonesia” dengan materi “Hukum Bersama
Dalam perkawinan” sebagai tugas Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) Semester empat.
Sebelumnya penulis
ingin berterimakasih kepada:
1.
Siti
Fatimah, M.Sy.
- Teman-teman dan keluarga yang telah
membantu.
Adapun isi dari
Makalah ini adalah tentang
Hukum Bersama dalam perkawinan.
Semoga Makalah ini
dapat menambah wawasan kita semua dan dapat memenuhi kriteria tugas yang bapak berikan serta dapat menjadi nilai tambah untuk penulis.
Tak ada yang sempurna,
begitu pula dengan penulisan makalah ini. Oleh sebab itu penulis menerima kritik positif dari pembaca sebagai perbaikan bagi
penulis dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfat.
Akhir kata penulis ucapkan “Terima Kasih
DAFTAR
ISI
COVER
KATA
PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR
ISI.................................................................................................................... ii
BAB
I................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
A.LATAR
BELAKANG...................................................................................... 1
B.RUMUSAN
MASALAH................................................................................. 1
C.TUJUAN
MASALAH...................................................................................... 1
BAB
II.............................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN............................................................................................................... 2
A.
HARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN....................................... 2
B.
HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN........................................... 2
C.
HARTA BERSAMA DALAM UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 3
D.
HARTA BERSAMA MENURUT KHI.......................................................... 4
BAB
III............................................................................................................................. 7
PENUTUP......................................................................................................................... 7
A.KESIMPULAN................................................................................................ 7
B.SARAN............................................................................................................. 7
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................................... 8
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Harta
benda dapat memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan penunjang manusia. Dengan
adanya harta benda berbagai kebutuhan hidup seperti makanan, pakaian, tempat
tinggal, transportasi, rekreasi, penunjang beribadah dan sebagainya dapat
dipenuhi. Salah satu faktor yang penting dalam perkawinan adalah harta
kekayaan. Faktor ini dapat dikatakan yang dapat menggerakkan suatu kehidupan
perkawinan. Dalam perkawinan kedudukan harta benda disamping sarana untuk
memenuhi kebutuhan tersebut di atas, juga berfungsi sebagai pengikat
perkawinan. Tetapi banyak juga ditemukan keluarga yang memiliki banyak harta
benda dalam perkawinan menjadi sumber masalah dan penyebab terjadinya
perselisihan dan perceraian suami isteri.
Dalam
perkawinan, memang selayaknya suami yang memberikan nafkah bagi kehidupan rumah
tangga, dalam arti harta kekayaan dalam perkawinan ditentukan oleh kondisi dan
tanggungjawab suami. Namun di zaman modern ini, wanita hampir sama
berkesempatan dalam pergaulan sosial, wanita juga sering berperan dalam
kehidupan ekonomi rumah tangga. Hal ini tentunya membawa pengaruh bagi harta
kekayaan suatu perkawinan, baik selama perkawinan berlangsung maupun jika
terjadi perceraian.
Oleh
karena itu, dalam makalah ini kami akan menjelaskan mengenai harta kekayaan
dalam perkawinan, pengertian harta bersama, harta bersama menurut peraturan
perundang-undangan, dan harta bersama menurut hukum islam.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa yang dimaksud harta kekayaan dalam
perkawinan?
2.
Apa yang dimaksud harta bersama?
3. Bagaimana
konsep harta bersama dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974?
4. Hrta Bersama menurut KHI
C. TUJUAN MASALAH
1.
Mengetahui apa yang dimaksud harta
kekayaan dalam perkawinan
2.
Dapat mengetahui apa yang dimaksud
dengan harta bersama dalam perkawinan
3. Dapat
mengetahui konsep harta bersama dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974
4. Dapat Mengetahui harta bersama Menurut KHI
BAB II
PEMBAHASAN
A. HARTA
KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN
Harta
kekayaan adalah benda milik seseorang yang mempunyai nilai ekonomi. Dalam
literatur hukum, benda adalah terjemahan dari istilah bahasa Belanda zaak,
barang adalah terjemahan dari good, dan hak adalah terjemahan dari recht.
Menurut pasal 499 KHUPdt, pengertian benda meliputi barang dan hak. Barang
adalah benda berwujud, sedangkan hak adalah benda tak berwujud.[1]
Pada
dasarnya menurut hukum islam harta suami isteri itu terpisah, jadi
masing-masing mempunyai hak untuk menggunakan atau membelanjakan hartanya
dengan sepenuhnya, tanpa diganggu oleh pihak lain.
Harta
benda yang menjadi hak sepenuhnya masing-masing pihak ialah harta bawaan
masing-masing sebelum terjadinya perkawinan ataupun harta yang diperoleh
masing-masing pihak dalam masa perkawinan yang bukan merupakan usaha bersama,
misalnya menerima warisan, hibah, hadiah dan lain sebagainya.
Apabila
dilihat dari asalnya, harta kekayaan dalam perkawinan itu dapat digolongkan
menjadi tiga golongan:[2]
1. Harta
masing-masing suami isteri yang telah dimilikinya sebelum kawin, baik
diperolehnya karena mendapat warisan atau usaha-usaha lainnya, dalam hal ini
disebut harta bawaan.
2. Harta
masing-masing suami isteri yang diperolehnya selama berada dalam hubungan
perkawinan, tetapi diperoleh bukan karena usaha mereka bersama-sama maupun
sendiri-sendiri, tetapi karena diperoleh seperti hibah, warisan ataupun wasiat
untuk masing-masing.
3. Harta
yang diperoleh setelah mereka berada dalam hubungan perkawinan atas usaha
mereka berdua atau salah satu pihak dari mereka, dalam hal ini disebut harta
pencaharian.
B. HARTA
BERSAMA DALAM PERKAWINAN
Secara
bahasa, harta bersama terdiri dari dua kata harta dan bersama. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia “Harta dapat berarti barang-barang (uang dan sebagainya)
yang menjadi kekayaan yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan tentunya
yang bernilai. Sayuti Thalib dalam bukunya Hukum Kekeluargaan
Indonesia mengatakan bahwa: “Harta adalah harta kekayaan yang diperoleh selama
perkawinan di luar hadiah atau warisan. Maksudnya adalah harta yang didapat
atas usaha mereka atau sendiri-sendiri selama ikatan perkawinan.
Prof.
Abdul Kadir Muhammad, S.H., dalam bukunya Hukum Harta Kekayaan menyatakan
bahwa: “Konsep harta bersama yang merupakan harta kekayaan dapat ditinjau dari
segi ekonomi dan dari segi hukum, walaupun kedua segi itu berbeda, keduanya ada
hubungan satu sama lain. Tinjauan dari segi ekonomi menitikberatkan pada nilai
kegunaan, sebaliknya tinjauan dari segi hukum menitikberatkan pada aturan hukum
yang mengatur.
Menurut
Drs. Abdul Manan, S.H., S.IP., M.Hum., bahwa “harta bersama adalah harta yang
diperoleh selama ikatan perkawinan berlangsung dan tanpa mempersoalkan
terdaftar atas nama siapa.”[3]
Mengenai
harta bersama suami isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak,
sedangkan mengenai harta bawaan masing-masing suami isteri mempunyai hak
sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.[4]
Menurut
UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 35-37 dikemukakan bahwa harta benda
yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Masing-masing suami
isteri terhadap harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan
adalah dibawah pengawasan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan
lain. Tentang harta bersama ini, suami atau isteri dapat bertindak untuk berbuat
sesuatu atas harta bersama itu atas persetujuan kedua belah pihak.[5]
C. HARTA
BERSAMA DALAM UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974
Harta
bersama diatur dalam Undang-Undang no.1 Tahun 1974 pada pasal 35, 36 dan 37
menyatakan:
Pasal 35:
1. Harta
benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
2. Harta
bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan
masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pasal 36:
1. Mengenai
harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah
pihak.
2. Mengenai
harta bawaan masing-masing, suami isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk
melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
Pasal 37:
Bila perkawinan putus
karena perceraian, harta benda diatur menurut hukumnya masing-masing.
Dalam
pasal 119 KUH Perdata dikemukakan bahwa mulai saat perkawinan dilangsungkan,
secara hukum berlakulah kesatuan bulat antara harta kekayaan suami isteri.
Persatuan harta kekayaan itu sepanjang perkawinan dilaksanakan dan tidak boleh
ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami isteri. Jika
bermaksud mengadakan penyimpangan dariketentuan itu, suami isteri harus menempuh
jalan dengan perjanjian kawin yang diatur dalam pasal 139-154 KUH Perdata.[6]
Perjanjian
sebagaimana tersebut di atas harus dilaksanakan sebelum perkawinan
dilangsungkan dan dibuat dalam bentuk akta authenthic di depan notaris. Akta
authentic ini sangat penting, karena dapat dijadikan bukti dalam persidangan
pengadilan apabila terjadi sengketa tentang harta bawaan masing-masing suami
dan isteri, jika tidak ada perjanjian kawin yang dibuat sebelum perkawinan
dilaksanakan, maka terjadi pembauran semua harta suami isteri, kemudian harta
suami dan isteri dianggap harta bersama.
Dalam
pasal 128-129 KUH Perdata, dinyatakan bahwa apabila putusnya tali perkawinan
antara suami isteri, maka harta bersama itu dibagi dua antara suami isteri
tanpa memperhatikan dari pihak mana barang-barang kekayaan itu sebelumnya
diperoleh. Perjanjian perkawinan dibenarkan oleh peraturan Perundang-undangan
sepanjang tidak menyalahi tata susila dan ketentuan umum yang berlaku dalam
kehidupan masyarakat.[7]
D. HARTA
BERSAMA MENURUT
KHI
Para
pakar hukum islam di Indonesia ketika merumuskan Pasal 85-97 Kompilasi Hukum
Islam setuju untuk mengambil syarikat abdan sebagai landasan merumuskan
kaidah-kaidah harta bersama suami isteri dalam kompilasi. Di dalam KHI, harta
kekayaan dalam perkawinan terdapat pada bab XII.
Pasal 85[8]
Adanya harta bersama
dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing
suami atau isteri.
Pasal 86
1) Pada
dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri karena perkawinan.
2) Harta
isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasi penuh olehnya, demikian juga harta
suami tetap menjadi hak suami dan dikuasi penuh olehnya.
Pasal 87
1) Harta
bawaan masing-masing suami dan isteri dan harta yang diperoleh masing-masing
sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang
para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
2) Suami
dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta
masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqah atau lainnya.
Pasal 88
Apabila terjadi
perselisihan antara suami isteri tentang harta bersama, maka penyelesaian
perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan Agama.
Pasal 89
Suami bertanggung jawab
menjaga harta bersama, harta isteri maupun harta sendiri.
Pasal 90
Isteri turut
bertanggung jawab menjaga harta bersama maupun harta suami yang ada padanya.
Pasal 91
1) Harta
bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85 di atas dapat berupa benda berwujud
atau tidak berwujud.
2) Harta
bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan
surat-surat berharga.
3) Harta
bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban.
4) Harta
bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas
persetujuan pihak lainnya.
Pasal 92
Suami atau isteri tanpa
persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta
bersama.
Pasal 93
1) Pertanggungjawaban
terhadap hutang suami atau isteri dibebankan pada hartanya masing-masing.
2) Pertanggungjawaban
terhadap hutang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga, dibebankan kepada
harta bersama.
3) Bila
harta bersama tidak mencukupi, dibebankan kepada harta suami.
4) Bila
harta suami tidak ada atau mencukupi dibebankan kepada harta isteri
Pasal 94
1) Harta
bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang,
masing-masing terpisah dan berdiri sendiri.
2) Pemilikan
harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari
seorang sebagaimana tersebut ayat (1), dihitung pada saat berlangsungnya akad
perkawinan yang kedua, ketiga atau keempat.
Pasal 95
1) Dengan
tidak mengurangi ketentuan pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah No.9
tahun 1975 dan pasal 136 untuk meletakkan sita jaminan atas harta bersama tanpa
adanya permohonan gugatan cerai, apabila salah satu melakukan perbuatan yang
merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros, dan
sebagainya.
2) Selama
masa sita dapat dikakukan penjualan atas harta bersama untuk keperluan keluarga
dengan izin Pengadilan Agama.
Pasal 96
1) Apabila
terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup
lebih lama,.
2) Pembangian
harta bersama bagi seorang suami atau isteri yang isteri atau suaminya hutang
harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya
secara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama.
Pasal 97
Janda atau duda cerai
masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan
lain dalam perjanjian perkawinan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Apabila
dilihat dari asalnya, harta kekayaan dalam perkawinan itu dapat digolongkan
menjadi tiga golongan:
1. Harta
masing-masing suami isteri yang telah dimilikinya sebelum kawin, baik
diperolehnya karena mendapat warisan atau usaha-usaha lainnya, dalam hal ini
disebut harta bawaan.
2. Harta
masing-masing suami isteri yang diperolehnya selama berada dalam hubungan
perkawinan, tetapi diperoleh bukan karena usaha mereka bersama-sama maupun
sendiri-sendiri, tetapi karena diperoleh seperti hibah, warisan ataupun wasiat
untuk masing-masing.
3. Harta
yang diperoleh setelah mereka berada dalam hubungan perkawinan atas usaha
mereka berdua atau salah satu pihak dari mereka, dalam hal ini disebut harta
pencaharian.
Menurut
UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 35-37 dikemukakan bahwa harta benda
yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Harta bersama diatur
dalam Undang-Undang no.1 Tahun 1974 pada pasal 35, 36 dan 37. Di dalam KHI,
harta kekayaan terdapat dalam Pasal 85-97.
B. SARAN
Apabila dalam pengetikan makalah ini terdapat kesalahan
kami meminta maaf yang sebesar besarnya dan juga kami sangat mengharapkan
kritik dan juga saran dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Aneka Masalah Hukum
Perdata Islam di Indonesia, Abdul
Manan, Prenada
Media Group: 2006. Jakarta.
Hukum Perkawinan Islam, Mohd. Idris Ramulyo, Bumi Aksara: 1999. Jakarta.
Hukum Perkawinan Islam
di Indonesia, Wasmandan
Wardah Nuroniyah, Teras:
2011. Yogyakarta.
Hukum Harta Kekayaan, Abdulkadir Muhammad, Citra Aditya Bakti: 1994. Bandung
[2] Wasmandan Wardah Nuroniyah. Hukum
Perkawinan Islam di Indonesia. (Teras: 2011. Yogyakarta). Hlm.213.
[5] Abdul Manan. Aneka Masalah Hukum
Perdata Islam di Indonesia. (Prenada Media Group: 2006.
Jakarta). Hlm.105.
[7] Wasmandan Wardah Nuroniyah. Hukum
Perkawinan Islam di Indonesia. (Teras: 2011. Yogyakarta). Hlm.226.
0 Response to "Harta Bersama Dalam Perkawinan"
Post a Comment