Sita dan Permohonan Sita
loading...
MAKALAH
HUKUM
ACARA PERDATA AGAMA
TENTANG
“SITA DAN
PERMOHONAN SITA”
KELOMPOK
5 :
Kelompok
9 :
M. Ali Hasim 14124449
Riyanto 14124789
Yusna Nurmalasari 14125189
HUKUM
EKONOMI SYARI’AH (HESY C)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
METRO
TA.
2016/2017
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan seluruh alam. Yang telah memberi kami
kesempatan dan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan
salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang diutus sebagai rahmat
bagi semesta alam, berserta keluarga dan para sahabatnya serta para pengikutnya
yang setia sampai hari kemudian.
Makalah ini kami buat dengan maksud untuk menunaikan tugas kami mengenai Sita
dan permohonan Sita Jaminan. Saya berharap penyusunan makalah ini akan memberi
banyak manfaat dan memperluas ilmu pengetahuan kita.
Kami menyadari dalam penulisan
Makalah ini masih banyak kekurangan dalam penulisan maupun penyusunan. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki
kesalahan dimasa yang akan datang.
Metro, 15 November 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB I................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................. 1
C. Tujuan Masalah...................................................................................................... 1
BAB II.............................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN............................................................................................................... 2
A. Pengertian Sita dan Permohonan Sita................................................................... 2
B. Macam-Macam Sita............................................................................................... 5
C. Tatacara Sita.......................................................................................................... 6
BAB III........................................................................................................................... 10
PENUTUP....................................................................................................................... 10
A. Kesimpulan.......................................................................................................... 10
B. Saran.................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di dalam sebuah lingkup peradilan, terdapat berbagai macam hal yang
harus dilakukan dan pasti akan terjadi. Baik secara langsung maupun tidak
langsung. Mulai dari mengajukan sebuah gugatan, pemeriksaan suatu perkara, penyitaan,
pembuktian, pemberian suatu putusan sampai upaya banding untuk memertahankan
suatu hak atas kebenaran yang diharapkan.
Di dalam pembahasan kali ini akan memberikan penjelasan yang
berkaitan dengan sita. Sita merupakan suatu tindakan dimana menempatkan harta
kekayaan dari tergugat berada dalam pengawasan agar tidak terjadi pemindah
tanganan kepada pihak ketiga guna memerlancar proses pemeriksaan suatu perkara.
Sebagai pihak yang berada dalam lingkup persengketaan, seorang
penggugat memiliki suatu hak untuk mengajukan sebuah permohonan untuk diadakan
sita terhadap harta kekayaan dari tergugat. Hal tersebut dapat diajukan kepada
hakim walaupun suatu perkara belum diperiksa dan diadili oleh pihak pengadilan.
Dan sita pun dapat dilakukan sebelum adanya putusan dari hakim yang berkekuatan
hukum tetap. Lantas pastinya akan muncul berbagai permasalahan atas sita yang
dilakukan sebelum terjadinya putusan dari hakim yang berkekuatan hukum tetap
tersebut. Hal tersebut selanjutnya akan dijelaskan dalam pembahasan kali ini.
B.
Rumusan
masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan sita dan permohonan sita?
2.
Apa
saja macam – macam sita?
3.
Bagaimana
tata cara pelaksanaan sita?
C.
Tujuan
Masalah
1.
Agar
paham serta mengerti dengan sita dan permohonan sita
2.
Agar
mengerti macam macam sita.
3.
Agar
paham serta mengerti tata cara pelaksanaan sita
BAB II
PEMBAHASAN
SITA DAN PERMOHONAN SITA JAMINAN
A.
Pengertian
Sita dan Sita Jaminan
a.
Sita
Sita adalah saat tindakan hukum oleh hakim yang bersifat
eksepsional atas permohonan satu pihak yang berperkara, untuk mengamankan objek
sengketa atau menjadi jaminan dari kemungkinan dipindahtangankan dibebani
sesuai sebagai jaminan, dirusak atau dimusnahkan oleh pemegang atau pihak yang
menguasai barang tersebut, untuk menjamin suatu putusan perdata dapaat dilaksanakan.[1]
Penyitaan berasal dari terminologi beslag (Belanda), dan
istilah Indonesianya beslah tetapi istilah bakunya ialah sita atau
penyitaan. Pengertian yang terkandung di dalamnya, antara lain:
a. Tindakan menempatkan
harta kekayaan tergugat secara paksa berada dalam keadaan penjagaan (to take
costody the property of a defendant).
b. Tindakan paksa penjagaan
(custody) itu dilakukan secara resmi (official) berdasarkan perintah pengadilan
atau hakim.
c. Barang yang ditempatkan
dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang disengketakan, tetapi boleh juga
barang yang akan dijadikan sebagai alat pembayaran atas pelunasan utang debitur
atau tergugat, dengan jalan menjual lelang (ezecutorial verkoop) barang yang
disita tersebut,
d. Penetapan dan penjagaan
barang yang disita, berlangsung selama proses pemeriksaan, sampai ada putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan sah atau tidak
tindakan penyitaan tersebut.[2]
b.
Sita
Jaminan
Adalah
sita terhadap barang-barang milik tergugat yang disengketakan status kepemilikannya,
atau dalam sengketa hutang piutang atau tuntutan ganti rugi. Sita jaminan
(Conservatoir Beslaag) ini diatur dalam pasal 227 HIR. Langkah – langkah yang
dilakukan Majelis Hakim terhadap permohonan sita jaminan setelah adanya
penunjukan majelis hakim oleh Ketua Pengadilan adalah sebagai berikut :
1. Ketua Majelis membuat penetapan tentang permohonan
sita jaminan dan hari persidangan perkara tersebut, dengan empat macam
kemungkinan :
·
Mengabulkan
permohonan sita sekaligus menetapkan hari sidang;
·
Menolak
permohonan sita jaminan dan menetapkan hari sidang;
·
Mengabulkan
permohonan sita jaminan dan menangguhkan hari sidang;
·
permohonan
sita jaminan .Menetapkan hari sidang perkara tersebut dan menangguhkan
2. Apabila Majelis Hakim memilih membuat penetapan yang
keempat, yaitu”menetapkan hari sidang dan menangguhkan tentang permohonan sita
jaminan” jurusita pengganti memanggil para pihak untuk hadir dipersidangan yang
telah ditetapkan hari serta tanggal persidangan tersebut, sebelum memeriksa
pokok perkara dengan persidangan insidentil, Majelis Hakim meme riksa mengenai
permohonan sita jaminan tentang kebenaran dalil Permohonan mengenai sita
jaminan , apabila terbukti dalil pe rmo honan mengenai :”Adanya persangkaan
yang kuat serta beralasan bahwa Tergugat akan menghilangkan atau bermaksud
untuk memin dah tangankan atau menjauhkan barang dari kepent ingan Penggugat”.
Selanjutnya Ketua Majelis membuat penetapan yan g berisikan pengabulan tentan g
permohonan sita jaminan sekaligus memerintahkan kepada Jurusita atau jika
berhalangan digantikan oleh wakilnya yang sah dengan didampingi dua orang saksi
untuk meletakkan sita terhadap barang/objek yang dimohon kan agar diletakkan
sita jaminan. Hal-hal yang penting diperhat ikan oleh para hakim dalam
penanganan sita jaminan antara lain : SEMA RI No. 5 Tahun 1975 Tanggal 09
Desember 1975, yaitu :
·
Barang
yang disita nilainya jangan melampaui nilai gugat;
·
Barang
yang disita didahulukan benda yang bergerak, jika tidak mencukupi baru benda
yang tidak bergerak;
·
Barang
yang disita tetap dalam penguasaan/pemeliharaan sitersita;
·
Perhatikan
ketentuan pasal 198 dan 199 HIR/213 dan 214 RBg.
Setelah memperoleh perintah dari Ketua Majelis agar
meletakkan sita terhadap objek yang dimohonkan diletakkan sita jaminan .
Jurusita atau wakilnya yang sah , perlu melakukan langkah-langkah persiapan ant
ara lain sebagai berikut :
·
Mencek
pada kasir/jurnal keuangan perkara, apakah panjar biaya perkara telah mencukupi
untuk kepentingan/keperluan proses perkara tersebut, jika belum cukup maka
sesuai dengan prosedur kepada Penggugat diminta agar menambah panjar biaya
perkara, adapun rincian biaya pelaksanaan sita jaminan meliputi hal-hal sebagai
berikut:
Ø
PNBP;
Ø
Biaya
Materai;
Ø
Biaya
Pelaksanaan , meliputi :
Ø
Biaya
Transportasi
Ø
Upah
Saksi
Ø
Biaya
Pengamanan
·
Merencanakan/menetapkan
tentang hari dan tanggal pelaksanaan sita dimaksud, membuat surat yang
berkaitan dengan rencana pelaksanaan sita jaminan antara lain : Pemberitahuan
kepada para pihak agar hadir pada hari dan tanggal yang telah ditetapkan di
tempat/lokasi objek yang akan diletakkan sita jaminan, permohonan pengamanan ke
pada Ke polisian (POLSEK) setempat (jika dianggap perlu), serta surat-surat
lain yang diajukan kepada Pejabat terkait seperti Kepala Kelurahan /Kepala Desa,
Kepala Kantor, BPN dan lain-lain .
·
Membuat/mencek
persiapan yang menyangkut sarana dan prasarana ketika akan melaksanakan tugas
penyitaan seperti : dua orang saksi yang memenuhi persyaratan , menyiapkan
berita acara sita jaminan,jika objek yang akan disita berupa benda yang tidak
bergerak dan belum disertifikatkan, maka diperlukan pula petugas yang
profesional dari kantor BPN untuk melakukan pengukuran tentang luas objek
tersebut, sert a h al-hal lain yang diperlukan .
·
Proses
pelaksanaan sita jaminan harus dilakukan di lokasi objek yang disita (tidak
boleh hanya dilakukan di Kantor Kelurahan atau Pengadilan saja).
B. Macam-Macam Sita
1. Sita Jaminan (Consevatior
Beslaag)
Sita ini dilakukan untuk menjamin hak-hak pihak yang dimenangkan
dalam suatu perkara sehingga gugatannya tidak sia-sia (Illusior). Dasar
hukumnya Pasal 227 HIR/ 261 RBg. Tujuannya untuk menjamin terlaksananya putusan
pengadilan. Sita ini dapat dilakukan jika ada permintaan dari penggugat dengan
mengemukakan alasan ada dugaan atau sangkaan bahwa tergugat akan berusaha
menghilangkan, merusak, memindahtangankan benda-benda harta kekayaan miliknya.
Benda-benda yang menjadi objek sita ini adalah benda bergerak dan benda tidak
bergerak milik tergugat.
2. Sita Revindiksi (Revindicatior
Beslaag)
Adapun yang dimaksud dengan sita revindiksi, yaitu penyitaan
terhadap barang milik penggugat yang berada ditangan tergugat. Dasar hukumnya
Pasal 226 HIR / 260 RBg. Tujuannya untuk menjamin suatu hak kebendaan dari
pemohon dan berakhir dengan penyerahan barang yang disita. Objeknya hanya
terdapat pada benda yang bergerak dan sita ini hanya terbatas atas sengketa hak
milik.[3]
3. Sita Harta Bersama (Maritale
Beslaag)
Adapun yang dimaksud dengan sita harta bersama, yaitu sita yang
diletakkan atas harta gono gini yang berada pada suami ataupun istri dalam
perkara permohonan cerai, gugat cerai, atau gugatan harta bersama.
4. Sita Eksekusi (Executorial
Beslaag)
Adapun yang dimaksud dengan sita eksekusi, yaitu sita yang
dilakukan sebagai bagian dari pelaksanaan putusan, yakni sita yang dilakukan
setelah ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.[4]
C. Tata Cara Penyitaan
Secara garis besar tata penyitaan sebagai berikut:
1. Sita hanya dapat dilaksanakan
atas dasar penetapan pengadilan. Artinya sita baru dapat dilaksanakan bila
sudah ada penetapan Pengadilan Agama. Pennetapan tersebut harus mengandung
kriteria sebagai berikut:
a. Adanya petitum yang
berisi perintah kepada panitera atau juru sita untuk melaksanakan sita terhadap
objek yang disebutkan dalam surat penetapan. Dalam amar putusan atau penetapan
tersebut juga diperintahkan agar pelaksanaan sita dibantu oleh 2 orang saksi.
b. Adanya penjelasan dalam surat
penetapan tentang objek yang akan disita.
2. Penyitaan dilakukan oleh juru
sita atau panitera berdasarkaan surat tugas yang ditunjuk dalam surat
penetapan.
3. Pemberitahuan penyitaan
secara formal harus sudah diberitahukan kepada termohon sita atau penggugat.
Surat pemberitahuan tersebut berisi jam, hari, dan tanggal pelaksanaan sita,
menyebutkan objek sita dan menghadirkan juru sita.
4. Pelaksanaan sita dituangkan
dalm Berita Acara Penyitaan. Berita Acara Sita antara lain memuat hari dan
tanggal pelaksanaan sita, penetapan sita, para pihak yang berperkara, objek
sita, kehadiran pihak yang disita pada waktu pelaksanaan sita, nama jelas juru
sita, dan dua orang saksi.
5. Pendaftaran sita. Berita
Acara Penyitaan didaftarkan dan diumumkan dikantor pendaftaran yang berwenang.
Misalnya, harta sitaan berupa tanah bersertifikat didaftarkan di Badan
Pertanahan Nasional. Sedangkan, tanah yang belum bersertifikat dicatatkan
dikantor lurah atau desa.[5]
6. Menempatkan barang sitaan
ditemmpat semula, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Penjagaan sita benda
bergerak atau tidak bergerak diserahkan kepada tergugat atau termohon sita.
b. Tidak boleh menyertakan
penjagaan dan penguasaan kepada permohon sita (penggugat) atau kepada pihak
ketiga atau kepala desa.
c. Termohon sita berhak
memakai, menikmati, dan menjalankan kegiatan usaha yang melekat pada barang
sita, kecuali bila barang sita dapatt menjadi habis dalam pemakaian.[6]
D. Tugas Juru Sita Di Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar’iyah
Kedudukan juru sita pada Pengadilan Agama diatur dalam UU No. 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada Pasal 38 berbunyi ”Pada setiap
Pengadilan Agama ditetapkan adanya Juru Sita dan Juru Sita Pengganti”.
Dalam Pasal 103 Jo. Pasall 10, 13, 16 KMA/004/Sk/11/92, tercantum
bahwa tugas juru sita sebagai berikut:
1. Juru Sita bertugas:
a. Melaksanakan semua
perintah yang diberikan oleh Ketua Sidang;
b. Menyampaikan
pengumuman-pengumuman, teguran-teguran, dan pemberitahuan penetapan atau
putusan Pengadilan menurut cara-cara berdasarkan ketentuan undang-undang;
c. Melakukan penyitaan
atas perintah Ketua Pengadilann;
d. Membuat berita acara
penyitaan, yang salinan resminya diserahkan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
2. Juru Sita berwenang melakukan
tugasnya didaerah hukum Pengadilan yang bersangkutan.[7]
E. Peranan Juru Sita Dalam Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar’iyah
Kedudukan Juru Sita dalam struktur organiisasi Peradilan Agama
jelas bahwa kedudukan Juru Sita memiliki koordinasi dengan Paniitera, dimana
kedudukan tugasnya membantu Panitera. Sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 ayat
(2) UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, bahwa: Dalam melaksanakan
tugasnya Panitera Pengadilan Agama dibantu oleh seorang Wakil Panitera,
beberapa orang Panitera Muda, beberapa orang Panitera Pengganti, dan beberapa
orang Juru Sita
Kemudian secara spesifik, Juru Sita memiliki tugas-tugasnya yang
lebih rinci, karena Juru Sita pada pelaksanaan tugasnya lebih menitik beratkan
pada bidang pekerjaan teknis, yaitu meliputi:
1. Bertanggung jawab atas sah
dan patut tugas kejurusitaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2. Berkoordinasi dengan
pihak-pihak terkait dalam tugas Juru Sita Pengganti secara vertikal dan
horizontal;
3. Melaksanakan tugas perintah
Ketua Pengadilan melaksanakan penyitaan terhadap objek sengketa tertentu dalam
perkara;
4. Bertanggungjawab terhadap
misi dan visi serta integrritas citra pengadilan yang terkait dengan
pelaksanaan tugas kejurusitaan;
5. Meneliti instrumen dan PHS
yang diterima terutama hari dan tanggal sidang serta alamat para pihak yang
akan dihubungi;
6. Mempersiapkan
blanko-blanko dan surat kejurusitaan yang akan disampaikan kepada pihak yang
berkepentingan;
7. Mengetik surat yang akan
disampaikan kepada pihak yang berkepentingan;
8. Menyampaikan surat-surat
kejusitaan kepada alamat yang bersangkutan;[8]
9. Dalam menyampaikan surat
pemanggilan dengan memperhatikan alokasi waktu sidang agar klasifikasi surat
menjadi patut;
10. Mengupayakan penyampaian surat kejurusitaan agar benar-benar
diterima oleh pihak yang berhak atau yang berwenang sehingga klasifikasi surat
menjadi sah;
11. Berusaha menyampaikan surat kejurusitaan pada saat
waktu dan tempat yang tepat agar berhasilguna dan berdayaguna;
12. Membuat dan menandatangani berita acara penyitaan;
13. Menyerahkan salinan resmi berita acara penyitaan
kepada pihak yang berkepentingan;
14. Menyerahkan surat-surat yang telah menjadi
akta autentik kepada pihak yang berkepentingan;
15. Menyampaikann informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan tentang situasi di lapangan;
16. Memberikan informasi kepada pihak terkait untuk
kelancaran pelaksanaan tugas.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penyitaan adalah suatu proses dimana menempatkan harta kekayaan
tergugat secara paksa dalam keadaan penjagaan. Macam-macam penyitaan:
a. Sita jaminan: Penyitaan
terhadap harta milik tergugat
b. Sita revindiksi: Penyitaan
terhadap harta milik penggugat yang dikuasai oleh tergugat
c. Sita harta bersama:
Penyitaan yang diletakkan atas harta perkawinan (harta gono-gini)
d. Sita eksekusi: Penyitaan yang
dilakukan atas adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
Tata cara penyitaan
a. Sita hanya dapat
dilaksanakan atas dasar penetapan pengadilan
b. Penyitaan dilakukan oleh juru
sita atau panitera berdasarkan surat tugas yang ditunjuk dalam surat penetapan
c. Pemberitahuan penyitaan
secara formal harus sudah diberitahukan kepada tergugat
d. Pelaksanaan sita dituangkan
dalam berita acara penyitaan
e. Pendaftaran sita
f. Menempatkan barang
sitaan di tempat semula dengan adanya ketentuan yang mengaturnya.
B.
Saran
Apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan atau
kekurang kami selaku pemkalah meminta maaf yang sebesar besar nya. Dan kami
sangat mengharapkan kritikan dan juga saran untuk menjadikan makalah ini yang
lebih baik dan dipahami oleh seluruh mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Arto,
H.A. Mukti. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset, 2011.
Harahap,
M. Yahya. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2014.
Mardani. Hukum
Acara Perdata Peradilan Agama & Mahkamah Syari’ah. Jakarta: Sinar Grafika,
2009.
Safira,
Martha Eri. Hukum Acara Perdata. Ponorogo: Senyum Indonesia, Tt.
[1] Mardani, Hukum
Acara Perdata Peradilan Agama & Mahkamah Syari’ah (Jakarta: Sinar
Grafika, 2009), 124.
[2] M.
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata (Jakarta: Sinar Grafika, 2014),
282.
[3] Martha
Eri Safira, Hukum Acara Perdata (Ponorogo: Senyum Indonesia, Tt),
1-2.
[4] Mardani, Hukum
Acara Perdata...., 124.
[5] H.A.
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset, 2011).
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.,
127.
[9] Ibid.